Diterbitkan Harian Rakyat Merdeka, 1 Agustus 2006, halaman satu
Oleh: Buya A. A. Aru Bone
Engkau sarjana muda......
resah mencari kerja
tak berguna ijazahmu
empat tahun lamanya......
bergelut dengan buku
tuk jaminan masa depan
Penggalan lirik lagu Iwan Fals berjudul "Sarjana Muda" di atas, diciptakan sekitar tahun 1981. Tentu saja Iwan mengkritik kondisi sosial saat itu, terdapat deretan panjang pengangguran bertitel sarjana. Mungkin saat itu Iwan tidak menduga, lirik lagu tersebut akan semakin menemukan relevansinya saat ini, bahkan nanti.
Senyum kebahagian para sarjana bisa dianalogikan hanya sehari, yakni saat wisuda datang. Esoknya mereka harus berpikir keras menentukan pilihan ke mana setelah menggenggam gelar sarjana strata satu (S-1). Mau melanjutkan studi ke S-2 atau bekerja. Bila akan bekerja, tentu bukan persoalan mudah, terlebih lagi bila tidak memenuhi kualifikasi untuk memasuki lapangan kerja.
Sementara itu, jumlah lapangan kerja secara jelas tidak sebanding dengan tingginya tingkat pencari kerja yang tiap tahun terus bertambah. Pertumbuhan lapangan kerja di Indonesia dengan pertumbuhan pencari kerja sudah tidak lagi seimbang. Jika para sarjana tidak bisa diserap oleh lapangan kerja dan tidak mau berwiraswasta atau membuka usaha mandiri, tentunya akan menambah deretan panjang barisan pengangguran intelektual di tanah air ini.
Berdasarkan data statistik pengangguran lulusan Diploma/Akademisi tahun 2005, sekitar 322.836 jiwa (pemuda 138.749 dan pemudi 184.087). Sedangkan, sarjana lulusan universitas sekitar 385.418 jiwa (pemuda 184.497 dan pemudi 200.921), bila ditotalkan sekitar 708.254 jiwa pengangguran dari kalangan sarjana muda (Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia, 2005).
Dari sisi pertumbuhan lapangan kerja, tingginya angka sarjana muda pengangguran ini, diantaranya, disebabkan oleh lemahnya kemampuan pemerintah mengundang investor untuk menanamkan investasi, terutama di sektor-sektor formal. Hal ini disampaikan anggota Komisi IX DPR asal Fraksi PAN, Djunaedi, di Jakarta kemarin.
“Tingginya angka sarjana pengangguran itu lebih disebabkan oleh ketidakmampuan pemerintah, meyakinkan investor agar masuk dan menanamkan duitnya di sektor-sektor formal. Karena pertumbuhan lapangan kerja di sektor formal kecil sekali, sementara tiap tahun ada puluhan ribu sarjana muda lulus dari berbagai universitas, maka semakin tinggi saja angka para sarjana yang pengangguran,” jelas Djunaedi.
Hal lain, tambah Djunaedi, adalah rendahnya kreatifitas para lulusan universitas-universitas Indonesia jika dibandingkan dengan beberapa negara ASEAN lainnya.
Dia lalu menjelaskan, di era globalisasi ini, telah terbukti bahwa sarjana Indonesia kurang mampu bersaing dengan sarjana negara tetangga Indonesia di Asia pada khususnya, seperti dalam Human Development Index/HDI laporan UNDP 2000 Indonesia berada di posisi 109; Filipina (77); Thailand (76); Malaysia (61); Brunei Darussalam (32); Korea Selatan (30); dan Singapura (24). Bahkan tahun 2003 laporan UNDP Indonesia menurun berada di posisi 112 dari 175 negara.
Melihat besarnya angka pengangguran jebolan universitas ini, Departemen Koperasi dan UKM pun memanfaatkannya untuk mendukung program-program departemen tersebut.
Kepada Rakyat Merdeka, Menteri Negara Koperasi dan UKM Suryadharma Ali mengungkapkan, salah satu masalah dalam pengembangan Koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (KUKM) di Indonesia adalah kualitas sumber daya manusia yang terlibat di dalamnya. Belum banyak orang yang terlibat di sektor KUKM yang memiliki kemampuan manajerial dan pengembangan bisnis yang memadai. Yang menyebabkan minimnya SDM berkualitas untuk mengembangkan UKM dan koperasi ini, lanjutnya, salah satu faktornya adalah tersedotnya para lulusan sarjana untuk bekerja di sektor formal di kota-kota besar. "Karena para lulusan itu lebih terfokus untuk mencari pekerjaan di sektor formal, akhirnya malah tidak tertampung dan menjadi pengangguran," ujar Suryadharma.
Padahal kesempatan kerja yang disediakan oleh usaha besar, kata dia, hanya berjumlah sekitar 3,23 persen dari total kesempatan kerja. Sedangkan 96,77 persen kesempatan kerja disediakan oleh sektor UMKM dan koperasi.
Besarnya kesempatan kerja pada sektor UMKM ini disebabkan sebanyak 44,6 juta unit usaha di Indonesia atau 99 persennya termasuk unit UMKM. "Masih tingginya angka sarjana pengangguran di Indonesia membuat kami mencoba menggabungkan antara kebutuhan SDM KUMKM dan penciptaan lapangan kerja," jelas menteri asal PPP ini.
Kementrian KUKM meluncurkan Program yang disebut sebagai Program Sarjana Pencipta Kerja Mandiri disingkat Prospek Mandiri. Program ini berupaya menarik para sarjana dengan masa kelulusan di atas tiga tahun dan belum mendapat pekerjaan untuk menjadi manajer UMKM dan koperasi. Disediakan pelatihan kewirausahaan, peralatan dan modal kerja bagi yang memenuhi standar dan persyaratan yang ditetapkan oleh Kementrian KUKM. Pemerintah provinsi dan kabupaten juga dilibatkan dalam program tersebut. *** Wallahu a’lam bi ashowab
No comments:
Post a Comment